Sejarah Kerajaan Majapahit

Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Borneo, Kepulauan Sulu, Manila (Saludung), hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.

Historiografi
Hanya terdapat sedikit bukti fisik sisa-sisa Majapahit, dan sejarahnya tidak jelas. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan. Namun demikian, banyak pula sarjana yang beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang tampak cukup pasti.

Sejarah Berdirinya Majapahit



Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290, Singhasari menjadi kerajaan paling kuat di wilayah tersebut. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi[9] ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya.
Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah membunuh Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di teritori asing.[11][12] Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu pada tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang terpercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati.[12] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Anak dan penerus Wijaya, Jayanegara, adalah penguasa yang jahat dan amoral. Ia digelari Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi pendeta wanita. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di daerah tersebut. Tribhuwana menguasai Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.

Kejayaan Majapahit


Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut ke Palembang,[2] menyebabkan runtuhnya sisa-sisa kerajaan Sriwijaya.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina[13]. Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja[14]. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok
Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Tampaknya terjadi perang saudara (Perang Paregreg) pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian pula telah terjadi pergantian raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450-an, dan pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun 1468[7].
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.

Raja-raja Majapahit
Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.

1. Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 - 1309)
2. Kalagamet, bergelar Sri Jayanagara (1309 - 1328)
3. Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
4. Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)
5. Wikramawardhana (1389 - 1429)
6. Suhita (1429 - 1447)
7. Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 - 1451)
8. Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)
9. Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)
10. Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 - 1468)
11. Bhre Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)
12. Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)
13. Hudhara, bergelar Brawijaya VII (1498-1518)[24]


Referensi
1. D.G.E. Hall (1956). "Problems of Indonesian Historiography". Pacific Affairs 38 (3/4): 353—359.
2. Ricklefs (1991), halaman 19
3. Prapantja, Rakawi, trans. by Theodore Gauthier Pigeaud, Java in the 14th Century, A Study in Cultural History: The Negara-Kertagama by Pakawi Parakanca of Majapahit, 1365 AD (The Hague, Martinus Nijhoff, 1962), vol. 4, p. 29. 34; G.J. Resink, Indonesia’s History Between the Myths: Essays in Legal History and Historical Theory (The Hague: W. van Hoeve, 1968), hal. 21.
4. Taylor, Jean Gelman (23 Maret 2010). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press. pp. pp.29. ISBN 0-300-10518-5.
5. Ricklefs (1991), page 18

SEJARAH PONOROGO

ASAL-USUL NAMA PONOROGO

Mengenai asal-usul Ponorogo sampai dengan saat penyusunan naskah ini belum ditemukan dan diketahui secara pasti. Berikut kami sampaikan beberapa analisa dari berbagai sumber yang diperkirakan ada kaitannya atau kemiripannya dengan sebutan nama Ponorogo.

A. BERDASARKAN LEGENDA
1. Di dalam buku Babad Ponorogo yang ditulis oleh Poerwowidjojo diceritakan bahwa asal-usul nama Ponorogo. Bermula dari kesepakatan dan musyawarah antara Raden Katong. Kyai Mirah. Dan Joyodipo pada hari jum’at sat bulan purnama. Bertempat di tanah lapang dekat gumuk ( wilayah Katongan sekarang ). Di dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa kota yang akan didirikan nanti dinamakan “ Pramana raga “ akhirnya lama kelamaan menjadi Ponorogo.

2. Dari cerita rakyat yang masih hidup di kalangan masyarakat terutama dikalangan generasi tua. Ada yang mengatakan bahwa nama Ponorogo kemungkinan berasal dari kata Pono : Wasis, pinter, mumpuni, mengerti benar, Raga : Jasmani badan sekujur. Akhirnya menjadi Ponorogo.

B. TINJAUAN ETIMOLOGI
Mengacu dari sumber-sumber certa diatas. Jika ditinjau secara etimologi akan kita dapatkan beberapa kemungkinan sebagai berikut :

1. Prama Raga
Sebutan Pramana Raga terdiri dari dua kata :
Pramana : Daya kekuatan, rasa hidup, permono, wadi
Raga : Badan, Jasmani
Dari penjabaran tersebut dapat ditafsirkan bahwa dibalik badan wadak manusia itu tersimpan suatu rahasia hidup ( Wadi ) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah, alumawah, shuflah, muthmainah

2. Ngepenakake raga menjadi Panaraga
Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan dapat menempatkan diri dimana pun dan kapan pun berada.
Akhirnya apapun tafsirannya tentang Ponorogo dalam wujud seperti yang kita lihat sekarang ini adalah tetap Ponorogo sebagai kota REOG yang menjadi kebanggan masyarakat Ponorogo

SEJARAH TULUNGAGUNG

Tulungagung adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten Tulungagung dibatasi oleh Kabupaten Blitar di sebelah timur, Kabupaten Trenggalek disebelah barat, Kabupaten Kediri di sebelah utara dan Samudra Hindia di sebelah selatan. Secara administratif, Kabupaten Tulungagung terbagi dalam 19 kecamatan, 257 desa, dan 14 kelurahan. Kecamatan tersebut adalah Bandung, Besuki, Boyolangu, Campurdarat, Gondang, Kalidawir, Karangrejo, Kauman, Kedungwaru, Ngantru, Ngunut, Pagerwojo, Pakel, Pucanglaban, Rejotangan, Sendang, Sumbergempol, Tanggung Gunung, Tulungagung.

Bagian barat laut Kabupaten Tulungagung merupakan daerah pegunungan yang merupakan bagian dari pegunungan Wilis-Liman-Limas. Bagian tengah adalah dataran rendah; dan bagian selatan adalah pegunungan yang merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul. Tulungagung adalah salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia, yakni di daerah campurdarat & besole. Pantai Popoh, merupakan obyek wisata pantai di Laut Selatan yang cukup terkenal.

Dahulu kala Tulungagung terkenal dengan daerah rawa-rawa, yang lebih dikenal dengan nama Bonorowo/ngrowo (rowo=rawa). Bekas rawa-rawa tersebut kini menjadi wilayah kecamatan Campurdarat, Boyolangu, Pakel, Besuki, Bandung, Gondang. Dalam prasasti Lawadan,terletak di sekitar Desa Wates Kecamatan Campurdarat, yang dikeluarkan pada Jum’at Pahing 18 Nopember 1205 disebutkan bahwa Raja Daha yang terakhir yaitu Sri Kretajaya merasa berkenan atas kesetiaan warga Thani Lawadan terhadap raja ketika terjadi serangan musuh dari sebelah timur Daha. Tanggal tersebut kemudian digunakan sebagai hari jadi tulungagung. Pada Prasasti Lawadan dijelaskan juga tentang anugrah Raja Kertajaya berupa pembebasan dari berbagai pungutan pajak dan penerimaan berbagai hak istimewa kepada DWAN RI LAWADAN TKEN WISAYA, atau dikenal dalam cerita sebagai DANDANG GENDHIS. Di jaman majapahit, Bonorowo dipimpin oleh seorang Adipati yang bernama adipati kalang. Adipati kalang tidak mau tunduk pada kekuasaan majapahit, yang berujung pada invasi mojopahit ke bonorowo. Adipati kalang dan pengikutnya yang berjuang dengan gagah berani akhirnya tewas dalam pertempuran didaerah yang sekarang disebut kalangbret dikecamatan Kauman.

Di Jaman penjajahan jepang, tulungagung dijadikan base pertahanan jepang untuk menangkal serangan sekutu dari australia serta sebagai benteng pertahanan terakhir untuk menghadapi serangan dari arah utara. Pada masa itu ratusan ribu romusa dikerahkan untuk mengeringkan rawa-rawa tulungagung membuangnya ke pantai selatan dengan membuat terowongan air menembus dasar gunung Tanggul, salah satu gunung dari rangkaian pegunungan yang melindungi Tulungagung dari dasyatnya ombak pantai selatan, yang terkenal dengan sebutan terowongan ni yama. Terowongan tersebut sekarang dijadikan PLTA Tulungagung.

Tulungagung sekarang terkenal dengan kerajinan Marmer dan o­nyx, di Kecamatan Campurdarat, Batik di Tulungagung, Majan dan Kauman. Tenun Perlengkapan Militer dengan standart NATO di Kecamatan Ngunut. Konveksi dan Bordir Garmen, busana muslim, sprei, sarung bantal, rukuh dsb. Ikan Hias yang memenuhi pasar nasional dan eksport. ikan konsumsi ( Perikanan darat dan laut ). Makanan khas tulunguagung antara lain Lodho Ayam, Nasi Pecel, sompil, jajanan seperti kacang Shanghai, giti, jongkong, ireng-ireng, sredeg, cenil, plenggong. Minuman khas seperti kopi cethe, Wedang jahe sere, dawet caon, rujak uyub, beras kencur. Tulungagung adalah base camp ketoprak “Siswo Budoyo”, kesenian kentrung, jaranan, dan reog tulungagung.

SEJARAH TRENGGALEK

Ringkesan Sejarah Trenggalek punika kapendhet saking Buku Babon “Sejarah Trenggalek” ingkang sampun kasil kaimpun dening Panitia Sejarah Trenggalek saha para sarjana sejarah Pawiyatan Luhur Institute Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang. Ingn ringkesan punika namung kawedharaken bab-bab ingkan baken saha ingkang premana kemawon. Wondene ringkesan punika kaperang dados 5 (gangsal) perangan :

A. Jaman Pra Perdikan
B. Jaman Perdikan :
1. Perdikan Hindu.
2. Perdikan Islam.
C. Jaman Trenggalek Wiwitan.
D. Jaman Trenggalek Ginarba.
E. Jaman Trenggalek Wibawa.

A. Jaman Pra Perdikan

Ing jaman Pra Perdikan utawi jaman Pra Sejarah, ing laladan Trenggalek ugi sampun kadunungan tetiyang ingkang kabudayanipun taksih prasaja sanget kados ing papan-papan sanes.Barang-barang kina ingkang sampun pinanggih ing laladan Trenggalek asung pitedah wohing kabudayan jaman Nirleka, kadosta : Watu Saji, Watu Dakon, Lumpang Watu, Watu Palinggih, lan sapanunggalanipun. Barang-barang wau pinanggih ing papan panggenan ingkang limrahipun dados margi ambah-ambahipun tetiyang nalika samanten, inggih ing antawasipun Pacitan-Panggul-Wajak Tulungagung. Jaman punika kalebet Jaman Megalitikum utawi Jaman Neolitikum.

B. Jaman Perdikan

Jaman Pra-Sejarah katutup dening Jaman Sejarah utawi Jaman Perdikan, inggih punika wancinipun tetiyang sampun tepang kaliyan sastra-tulis, senadyan wujuding tulis taksih prasaja. Ing jaman punika laladan Trenggalek kalebet wewengkon panguwaosipun mPu Sindhok. Minangka bukti sejarah sampun kathah prasasti yasanipun mPu Sindhok ingkang kapanggihaken dening para Sarjana Sejarah, ing antawisipun Prasasti Kampak. Wondene mPu Sindhok ngasta keprabon ing Jawi Wetan nalika Tahun 851 Saka utawi 929 Masehi.
Saking Prasasti Kampak punika saged kawaos, bilih Trenggalek nampi kanugrahan kamardikan, inggih tlatah Perdikan Kampak. Kajawi punika Prasasti wau nelakaken jembaring panguwaosipun mPu Sindhok inggih punika : ing sisih Kidul ngantus dumugi ing Samodragung (Samodra Indonesia), inggih punika kalebet laladan Panggul, Munjungan saha Prigi. Dene ing sisih Eler ngantos ing tlatah Dawuhan, ingkang samangke dumunung wonten saelering kitha Trenggalek.

Ing Prasasti Kampak wau ugi martelakaken bilih tanah utawi bumi punika satuhu tanah ingkang kamulyakaken; awit tanah utawi bumi punika mujudaken kanugrahan saking :
Bathara I Sang Hyang Prasadha Kabhaktian I Pangurumbigyan I Kampak.
Krajan Kahuripan nunten kalajengaken dados wilayah Krajan Kedhiri, ingkang kaasta dening para raja trah Airlangga. Dene raja Kedhiri ingkang pungkasan inggih punika Prabu Kertajaya ingkang ajejuluk Sri Sarweswara Triwikramamawatara Ninditya Srenggalancana Digwijayatunggadewa ingkang ugi katelah kawastanan Prabu Dhandhanggendhis.
Inggih ing jamanipun Prabu Kertajaya punika, Trenggalek sampun wiwit kocap ing panggung sejarah lumebet ing jaman Perdikan. Minangka tandha yektinipun, inggih punika prasasti tetilaran yasanipun Prabu Kertajaya ing Kamulan, ingkang salajengipun katelah Prasasti Kamulan. Mawi angka Tahun 1116 Saka utawi 1194 Masehi.
Ing sakawit Prasasti Kamulan punika pinanggih ing dusun Kamulan, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek. Prasasti punika ingkang sisih ngajeng ngewrat ukara 31 larik, dene ing perangan sisih wingkin cacahipun ukara wonten 33 larik. Saperangan Prasasti wau mratelakaken bilih nalika samanten Prabu Kertajaya kapeksa jengkar saking kedhaton Kedhiri jalaran karoban ing mengsah. Awit saking asung pambiyantu dalasan lelabetanipun para kawula dasih ing Kamulan, Prabu Kertajaya saged unggul ing yudha nundhung lan mbrastha mengsah saking kedhaton Kedhiri, lajeng paring kanugrahan Tanah Perdikan dhateng kawula ing Kamulan, Trenggalek. Adhedhasar Prasasti Kamulan punika, Trenggalek sampun madek peprentahan piyambak (Swatantra).

Manut panalitining para priyantun ingkan sampun lebda ing kagunan budaya saha miturut wohing panalitinipun para ahlining sejarah, inggih namun Prasasti Kamulan tetilaranipun Prabu Kertajaya punika ingkang saged lan kiyat minangka pathok-ugering pandom kangge miyak – purwakaning Sejarah Trenggalek. Wondene payerat lan adeging Prasasti Kamulan punika dhawah ing wulan Bhadrawada perangan Suklapaksa, dinten Budha Kaliwuan tahun Saka 1116.
Adhedhasar Prasasti Kamulan punika, lahir-adeging Trenggalek saged katetepaken inggih punika dhawah Rebo Kliwon tanggal 31 Agustus 1194 M.

Jaman Perdikan punika kaperang dados kalih, inggih punika Jaman Perdikan Hindu lan Jaman Perdikan Islam. Ing Jaman Perdikan Hindu, kathah sanget wohing kabudayan ingkang awujud candhi, reca, lingga, yoni lan sapanunggalanipun. Tetilaran
barang-barang patilisan candhi-candhi wau taksih kathah pinanggih ing laladan Trenggalek, kadosta : ing Dompyong – Bendungan, Ngreco-Sukorame-Gandusari, Watulimo, lan sanes-sanesipun.
Sapengkeripun Jaman Perdikan Hindu, kasusul Jaman Perdikan Islam, Inggih ing wekdal mekaring agama Islam punika perdikan-perdikan Hindu dados perdikan-perdikan Islam. Wonten ing Jaman Perdikan Islam, ingkang saged kacathet dening para Sarjana Sejarah namung kalih, inggih punika :

1. Pondok Pesantren Sumbergayam ingkang kapetang sepuh piyambak.
2. Paraga Menak Sopal, Ing Sela Nisanipun ingkang garwa, rinenggo mawi Candra Sengkala Memet ingkang saged kawaos “Sirnaning Puspita Cinatur Wulan” utawi tahun 1490 Saka, utawi tahun 1568 Masehi.

C. Jaman Trenggalek Wiwitan

Saparipurnaning Jaman Perdikan Islam, lajeng ngancik Jaman Trenggalek Wiwitan. Menggah Jaman Trenggalek Wiwitan punika winengku ing lebeting tahun 1830 ngantos tahun 1932 M, wekdal samanten kebak owah-owahan ing tata kaprajan dening Walandi.
Prastawa saderengipun tahun 1930 ingkang saged nggorekaken swasana bumi Tanah Jawi inggih punika VOC nalika samanten nindakaken pepejah, merjaya warga China kathah sanget. Prastawa punika misuwur nama “Geger Pacinan” utawi “Perang Pacina” ing Betawi nalika tanggal 10 Oktober 1740. Inggih kadadosan punika ngantor kuwawa nggegeraken Kraton Kartasura, awit Mas Garendi ingkang ugi katelah Sunan Kuning paring pitulungan dhateng warga China ingkang damel ontran-ontran, mengkang kuwaosipun Kraton Kartasura nalika tanggal 30 Juni 1742. Ngantos Sunan Paku Buwono II kepeksa jengkar, mlajar ngungsi dhateng ing Ponorogo. Awit saking lelabetanipun Bupati Mertodiningrat, Sunan Paku Buwono II saged mbrastha lan nyirep reretu ingkang damel ontran-ontran wau. Saking suka renaning penggalih, Sunan Paku Buwono II kepareng paring kanugrahan dhumateng Bupati Mertodiningrat, inggih punika putranipun ingkang asma Sumotruno, kajumenengaken Bupati ing Trenggalek. Inggih Sumotruno punika Bupati Trenggalek wiwitan; salajengipun urutan Bupati Trenggalek kados kasebat ing ngandhap inggih punika :

1. Sumotaruno Bupati Trenggalek Wiwitan;

2. Bapak Bupati Ngabehi Surengrono (ing Jaman Perang Mangkubumen) Prajanji Gianti nalika tanggal 13 Pebruari 1755, Kabupaten Trenggalek kaperang dados kalih, inggih punika :
• Perangan sisih wetan kalebet Kabupaten Ngrawa, dene
• Perangan sisih kilen kalebet Kabupaten Pacitan.

3. Bapak Bupati RT Mangunnegoro;

4. Bapak Bupati RT Aryo Kusumo Adinoto;

5. Bapak Bupati R. Ngabehi Joyopuspito (RT Pusponegoro);

6. Bapak Bupati R. Gondokusumo (Tumenggung Sumo Adiningrat) tahun 1845 - 1850;

7. Bapak Bupati Mangun Diredjo, tahun 1850 – 1894;

8. Bapak Bupati Wijoyo Kusumo, tahun 1894 – 1904;

9. Bapak Bupati Purbo Negoro, wiwit tahun 1904 – 1932, ingkang minangka panutuping Jaman Trenggalek Wiwitan.

D. Jaman Trenggalek Ginarba

Ing Jaman Trenggalek Ginarba punika mboten katha prastawa ingkang saged kacathet dening para Sarjana, kajawi namung prastawa Penyerahan Kedaulatan utawi pasrahipun Pamerintahan Walandi dhateng Pamerintah Republik Indonesia (RI) saged kaleksanan. Pamerintah Walandi dipun wakili dening Majoor Crew lan Karis Soemadi, wondene Pamerintah Republik Indonesia dipun wakili dening Bapak Moekardi saha Bapak R. Roestamadji tuwin Bapak Kardjono.

E. Jaman Trenggalek Wibawa

Adhedhasar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950, Kabupaten Trenggalek hambawahi 4 (papat) Kawedanan, inggih punika :
1. Kawedanan Trenggalek;
2. Kawedanan Karangan;
3. Kawedanan Kampak; lan
4. Kawedanan Panggul.

Wondene Bupati-Bupati ing Jaman Trenggalek Wibawa, inggih punika :

1. Bapak Bupati Notosoegito;

2. Bapak Bupati R. Lantip, wekdal punika sampun kadhapuk DPRS ingkang dipun sesepuhi dening panjenenganipun Bapak R. Oetomo;

3. Bapak Bupati Moeprapto;
Kanthi alelandhesan UU angka 20 tuwin angka 12 tahun 1950, sarta Peraturan Pamarentah angka 52 Tahun 1950, wangsul manunggaling tlatah Trenggalek dados kasunyatan saengga amangke punika.
Dene ingkang sinengkakaken ing ngaluhur jumeneng Bupati panjenenganipun Bapak Moeprapto wiwit tanggal 27 Desember 1950 dumugi 21 Januari 1958, rikala Tahun 1951 inggih ing jamanipun BupatiMoeprapto punika bebrayan agung Trenggalek bebasan kadhos kedhawahan ndaru ing awanci siyang; dene Bapak Presiden RI ingkang Kapisan inggih panjenenganipun Ir. Soekarno inggih Sang Proklamator kepareng rawuh ing Kabupaten Trenggalek ingkang taksih enggal punika, malah kasdu medharsabdo ing Aloon-aloon Trenggalek;

4. Bapak Bupati Abdul Karim Diposastro, Gegandhengan kaliyan Kepala Daerah Bapak R.Soepangat Prawirawinata;

5. Bapak Bupati Soetomo Koencahya, ingkang dipun amanaken dening Pamerintah, awit prastawa G 30 S/PKI.

6. Bapak Bupati M. Hardjito, wiwit tanggal 1 Oktober 1965 ngantor 30 Januari 1967, inggih Bapak M. Hardjito punika minangka cucuking lampah jaman Orde Baru ing Kabupaten Trenggalek;

7. Bapak Bupati Moeladi, wiwit tanggal 1 Pebruari 1967 ngantos tanggal 1 Oktober 1967;

8. Bapak Bupati Soetran, wiwit tahun 1968 ngantos tahun 1975. Ing salebeting Pamerintahan Kabupaten kaasta dening Bapak Soetran, Kabupaten Trenggalek mujudaken Kabupaten wiwitan ing Jawi Wetan, ingkang saged nampi : “Parasamya Purnakarya Nugraha” ing tahun 1974. Sasampunipun Bapak Soetran kasengkakaken ing ngaluhur jumeneng Gubernur ing Irian Jaya, kelenggahan Bupati Trenggalek kapitadhosaken dhateng panjenenganipun :

9. Bapak Bupati M. Ch. Poernanto, ngantos titi wanci tumapaking Bupati ingkang enggal;

10.Bapak Bupati Soedarso, ngasta kalenggahan Bupati ing Trenggalek tanggal 4 September 1975 ngantos tanggal 2 Oktober 1985. Inggih ing salebeting pamerintahan kaasta dening panjenenganipun Bapak Bupati Soedarso Trenggalek saged manggihaken sejarahipun piyambak, inggih punika tanggal 31 Agustus 1194 M;

11. Bapak Bupati H. Haroen Al Rasyid wiwit tanggal 2 Oktober 1985 ngantos tanggal 2 Oktober 1990;

12. Bapak Bupati Drs. H. Slamet wiwit tanggal 2 Oktober 1990 ngantos tanggal 2 Oktober 1995;

13. Bapak Bupati Drs. H. Ernomo, wiwit tanggal 2 Oktober 1995 ngantos 2 Oktober 2000;

14. Bapak Bupati Ir. H. Mulyadi WR, ngasta kalenggahan Bupati ing Trenggalek wiwit tanggal 2 Oktober 2000 2 Oktober 2005;

15. Bapak Bupati H. Soeharto, ngasta kalenggahan Bupati Trenggalek wiwit tanggal 2 Oktober 2005 ngantos ing dinten samangke.

Tuwuh lan ngrembakanipun Trenggalek punika tetela beda sanget kaliyan tuwuh lan ngrembakanipun Kabupaten sanes, sanadyanta sami-sami tanah paredenipun.
Oyoding tembung Treng lan Gale punika cundhuk lan mungguh kaliyan wujud saha wataking bumi ing Trenggalek, ing wasananipun karana sala-kaprahing pangucap dados Trenggalek. Pramila saking punika, minangka pandonga saha pamuji ingkang hamungkasi ringkesaning “Sejarah Trenggalek” punika mijil sesanti : JAYA WIJAYAGUNG TRENGGALEK JAYATI.

LATAR BELAKANG SDN 2 WONOREJO

SDN 2 Wonorejo berada tengah-tengah wilayah Kecamatan Gandusari,satu Desa wonorejo ada 3 lembaga pendidikan diantaranya MI Wonorejo SDN 1 Wonorejo.SDN 2 Wonorejo didirikan pada tahun 1958 dan telah banyak meluluskanSiswa-siswa yang berprestasi sesuai dengan nilai nilai terdapat pada buku induk sekolah.sejarah singkat tentang Wonorejo dalam bahasa Indonesia berarti hutan yang ramai walau saat itu masih hutan namun merupakan daerah yang ramai menurut cerita pada zaman Belanda Wonorejo merupakan sentral bisnis bangsa Belanda Juga merupakan perkebunan Belanda yang sukses.Hasil perkebunan tersebut antara lain kelapa,kapuk,cengkeh. Posisi perkebunan /letak perkebunan itu berada disebelah barat desa Wonorejo petilasan tersebut sampai sekarang masih ada Sekolah Dasar Negeri 2 yang terletak di pertengahan kota kecamatan Gandusari desa Wonorejo didirikan pada Tahun 1958
Sejak didirikan pada tahun 1958 SDN 2 Wonorejo sudah mengalami perubahan pimpinan ( Kepala Sekolah ) sebagai berikut :
a. MULYO SUPARTO
b. MUNADJI
c. MAIDI BA
d. K.SUDIYANTO.BA
e. MAIDI.BA
f. SUKAR. BA April 2008
g. SURAHMAT,S.Pd April 2008 sampai sekarang

Sejak April 2008 Kami bersama Komite Menyusun sebuah Program baru
Mengadakan perubahan dari berbagai bidang ,Termasuk kondisi bangunan dan halaman,sarpras dan lain-lain, belum lagi fasilitas mebeler kelas, kantor dan keterbatasan peralatan – peralatan vital lainnya terjadi saat itu.
Keadaan Guru yang masih minim, animo siswa yang kecil sebagai pertanda bahwa sekolah ini belum ada di hati masyarakat,Input siswa sangat rendah yang pada umumnya berasal dari pinggiran desa. Proses pembelajaran tidak optimal karena tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadai.
Kenyataan demikian telah mengakibatkan kualitas pendidikan di SDN2 Wonorejo Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek jauh dari yang diharapkan, output rendah dan belum menunjukkan keunggulan prestasinya baik akademis maupun non akademis.
Menghadapi kondisi yang demikian perlu inovasi manajemen di segala bidang yang mengarah pada daya tarik dan penanaman kepercayaan masyarakat sehingga menjadi sekolah yang diminati, dibutuhkan dan diidolakan. Gambaran sekolah yang demikian inilah pada gilirannya akan menjadi sekolah yang unggul dan berkualitas.